Pendahuluan
Bitcoin, mata uang digital pertama yang terdesentralisasi, sedang mengubah cara kita memandang keuangan. Terdesentralisasi artinya tidak ada pihak seperti bank atau pemerintah yang mengendalikannya, membuatnya lebih transparan dan tahan banting. Mentik Yusmantara, Co-founder dari Taksu Capital menyatakan bahwa dengan fundamental yang kuat serta meningkatnya minat dari negara, perusahaan, dan institusi keuangan, Bitcoin kini semakin menantang emas sebagai aset investasi utama. Meski emas tetap menjadi aset stabil, Bitcoin mulai dianggap sebagai alternatif dengan risiko lebih tinggi. Rasio Sharpe Bitcoin yang saat ini masih di bawah emas (≈0.6 vs 2) menunjukkan volatilitasnya, tetapi jika mencapai tingkat yang setara, Bitcoin bisa benar-benar dianggap sebagai penyimpan nilai yang mapan. Dalam artikel ini, kita akan bahas alasan dia berani nyaranin Bitcoin, mulai dari keunggulan fundamentalnya, biaya transaksi yang murah, hingga bukti-bukti nyata yang mendukung cintanya terhadap Bitcoin.
Bitcoin vs Emas: Fundamental dan Biaya Transaksi
Bitcoin dan emas sama-sama dianggap sebagai penyimpan nilai, tapi ada perbedaan besar. Bitcoin punya pasokan terbatas 21 juta koin, mirip seperti emas yang jumlahnya terbatas di bumi—ini disebut aset deflasi, yang nilainya bisa naik seiring permintaan. Tapi, dari segi biaya transaksi, Bitcoin jauh lebih unggul. Kirim Bitcoin ke luar negeri cuma butuh biaya sekitar 30-40 ribu rupiah (sekitar $1-2), nggak peduli seberapa besar nilainya. Bandingkan dengan emas: kalau kita jual, kita bisa kena buyback fee sampai 5-8%, apalagi dalam waktu yang sama. Bayangin, kalau jual emas senilai 100 juta, kita bisa rugi sampai 8 juta hanya untuk biaya itu! Banyak banget kan? Ucapnya sambil tertawa.
Adopsi Global: Negara, Perusahaan, dan Institusi Keuangan
Bitcoin nggak cuma omong kosong di internet lagi. Negara seperti El Salvador udah jadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi untuk dorong inklusi keuangan. Perusahaan besar kayak Tesla dan MicroStrategy juga tanam duit miliaran dolar di Bitcoin, nunjukin kepercayaan mereka. Institusi keuangan pun ikutan: bank seperti JPMorgan dan Goldman Sachs mulai tawarin layanan terkait Bitcoin, sementara Grayscale Investments kelola aset Bitcoin lebih dari Rp 450 triliun. Di seluruh dunia, lebih dari 100 ribu pedagang udah terima Bitcoin sebagai pembayaran. Menurut data dari Arkham Intelligence, pemerintah AS sampai Januari 2025 memiliki 198.109 BTC dengan nilai fantastis sebesar US$ 19,21 miliar.Ini bukti kalau Bitcoin lagi naik daun!
Studi Kasus Nyata: Dampak Bitcoin di Dunia
El Salvador: Sejak Bitcoin jadi uang resmi di sana, biaya kirim uang dari luar negeri turun drastis. Dulu, warga bayar 10-20% buat remittance, sekarang cuma kurang dari 1%. Ini hemat jutaan dolar buat ekonomi mereka, terutama buat yang nggak punya akses bank. MicroStrategy: Perusahaan ini investasi Rp 3,7 triliun di Bitcoin tahun 2020, dan sekarang nilai asetnya udah tembus Rp 15 triliun. Keuntungan gede ini bukti kalau Bitcoin bisa jadi aset investasi yang menggiurkan.
Visualisasi Data: Bitcoin dan Emas Dibandingkan
Perbandingan Harga: Bitcoin vs Emas (2019-2023)
Volume Transaksi Bitcoin (Juta, Bulanan)
Biaya Transaksi Rata-rata: Bitcoin vs Emas
Kesimpulan
Alasan kenapa Mentik berani nyaranin Bitcoin? Itu karena fundamentalnya yang nggak terkalahkan—terdesentralisasi, pasokan terbatas, dan aman—plus minat dari negara, perusahaan, dan institusi keuangan bikin Bitcoin jadi pilihan cerdas. Biaya transaksinya yang murah banget dibandingin emas, ditambah bukti nyata dari El Salvador, MicroStrategy dan US Goverment, jadi alasan kuat buat pertimbangin Bitcoin. Masa depan keuangan udah mulai bergeser ke digital, dan Bitcoin ada di garis depan perubahan ini, ujar dia sambil tertawa lagi. Gimana menurut kamu?
thanks, Getser review riset Bitcoin-nya