Behavioral Finance 3.0: Memahami Perilaku Keuangan

Behavioral Finance 3.0: Memahami Perilaku Keuangan

Pendahuluan

Behavioral finance telah merevolusi pemahaman kita tentang bagaimana faktor psikologis mempengaruhi keputusan keuangan. Dari identifikasi anomali pada tahun 1970-an dan 1990-an hingga aplikasi empiris pada 2000-an dan 2010-an, bidang ini terus berkembang. Saat ini, kita berada di ambang “Behavioral Finance 3.0,” sebuah fase baru yang mengintegrasikan wawasan dari disiplin ilmu lain seperti ilmu kognitif, biologi, dan neurosains untuk memahami perilaku keuangan manusia secara lebih mendalam.

Dalam diskusi panel yang baru-baru ini berlangsung, para ahli seperti Nick Barberis dan Colin Camerer mengeksplorasi frontier baru ini. Mereka membahas bagaimana fondasi kognitif seperti memori dan perhatian membentuk keputusan keuangan, serta bagaimana teknologi seperti AI dapat memperkaya pemahaman kita tentang perilaku investor. Artikel ini merangkum poin-poin kunci dari diskusi tersebut dan mengeksplorasi apa yang mungkin ditawarkan Behavioral Finance 3.0 bagi masa depan keuangan.

Apa Itu Behavioral Finance 3.0?

Behavioral Finance 3.0 mewakili pergeseran menuju pendekatan interdisipliner yang lebih dalam untuk memahami pengambilan keputusan keuangan. Sementara behavioral finance tradisional fokus pada identifikasi bias dan anomali, fase baru ini bertujuan untuk mengungkap akar penyebab perilaku ini dengan memanfaatkan wawasan dari ilmu kognitif, biologi, dan neurosains.

Lua Malia, presiden terpilih American Finance Association, memperkenalkan konsep ini dengan menyarankan bahwa kita perlu melampaui “daftar panjang” bias psikologi sosial dan mempertimbangkan bagaimana bias ini berkembang dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti struktur otak, hormon, dan pengalaman hidup. Pendekatan ini mengakui bahwa pengambilan keputusan keuangan tidak hanya tentang kesalahan kognitif tetapi juga akar biologis dan historis yang lebih dalam.

Fondasi Kognitif Perilaku Keuangan

Salah satu tema utama dalam diskusi adalah pentingnya fondasi kognitif seperti memori, perhatian, dan salience dalam membentuk keputusan keuangan. Penelitian oleh Gödker, Jiao, dan Smeets (2019) memberikan bukti eksperimental bahwa investor cenderung memiliki bias memori positif saat mengingat hasil investasi masa lalu. Secara khusus, mereka lebih mengingat hasil positif dan mengabaikan hasil negatif, yang dapat menyebabkan keyakinan yang terlalu optimis tentang return masa depan dan peningkatan kepercayaan diri yang berlebihan.

Dalam studi mereka, peserta lebih mungkin mengingat peristiwa pasar yang baru-baru ini dan menonjol, seperti crash atau boom pasar yang signifikan. Memori selektif ini dapat memdistorsi persepsi mereka tentang performa pasar, menyebabkan harapan yang bias dan potensi keputusan investasi yang buruk. Misalnya, setelah periode return tinggi, investor mungkin mengingat hasil positif lebih jelas, membuat mereka percaya bahwa return seperti itu lebih mungkin terjadi di masa depan, meskipun tidak demikian. Hal ini dapat berkontribusi pada gelembung pasar, di mana harga aset naik ke tingkat yang tidak berkelanjutan berdasarkan harapan yang terlalu optimis.

Memahami cara kerja memori dapat membantu dalam merancang intervensi atau program pendidikan yang mendorong investor untuk mempertimbangkan rentang pengalaman masa lalu yang lebih luas, bukan hanya yang paling baru atau menonjol.

Colin Camerer menambahkan bahwa memahami proses kognitif ini dapat membantu kita merancang produk keuangan dan regulasi yang lebih baik. Misalnya, jika kita tahu bahwa orang lebih cenderung memperhatikan jenis informasi tertentu, kita dapat menyusun pengungkapan dan komunikasi untuk membuat informasi penting lebih menonjol.

Keyakinan, Preferensi, dan Narasi

Panel juga mengeksplorasi bagaimana keyakinan dan preferensi terbentuk serta bagaimana mereka dapat dipengaruhi oleh narasi dan model mental. Keuangan tradisional mengasumsikan bahwa investor memiliki keyakinan dan preferensi yang rasional, tetapi behavioral finance mengakui bahwa ini dapat secara sistematis bias.

Nick Barberis mencatat bahwa investor sering kali mengekstrapolasi return masa lalu ke masa depan, menyebabkan keoptimisan berlebihan setelah boom pasar dan pesimisme setelah crash. Pola pikir ekstrapolatif ini dapat dijelaskan oleh cara investor mengingat dan memberatkan informasi masa lalu, dengan peristiwa terbaru dan menonjol memiliki dampak yang tidak proporsional pada keyakinan mereka.

Lebih lanjut, preferensi mungkin tidak tetap tetapi dapat dibentuk oleh pengalaman dan lingkungan. Camerer menyarankan bahwa memahami bagaimana orang membentuk model mental dunia dapat menjelaskan mengapa mereka membuat pilihan keuangan tertentu, bahkan ketika pilihan tersebut tampak irasional dari perspektif tradisional. Misalnya, narasi budaya atau ideologi, seperti tingkat kepercayaan terhadap pasar saham, dapat memengaruhi tingkat partisipasi investor di berbagai negara, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian tentang perbedaan tingkat kepercayaan di Eropa.

Aplikasi dalam Keuangan

Wawasan dari Behavioral Finance 3.0 memiliki aplikasi yang luas di berbagai bidang keuangan:

  • Penetapan Harga Aset: Memahami bagaimana bias kognitif mempengaruhi harapan investor dapat membantu menjelaskan anomali pasar dan gelembung. Misalnya, keyakinan ekstrapolatif dapat mendorong harga saham ke tingkat yang tidak realistis.
  • Keuangan Korporasi: Mengakui bahwa manajer juga rentan terhadap bias ini dapat menginformasikan struktur tata kelola dan desain insentif yang lebih baik. Penelitian oleh Baker dan Wurgler menunjukkan bagaimana manajer yang rasional merespons investor yang irasional, sementara pekerjaan lain mengeksplorasi bias manajer itu sendiri.
  • Keuangan Rumah Tangga: Menyesuaikan produk keuangan dengan keterbatasan kognitif dapat meningkatkan hasil konsumen. Misalnya, memahami bagaimana orang memproses informasi kredit dapat membantu merancang pengungkapan yang lebih efektif.

Peran AI dan Machine Learning

Perkembangan yang menarik lainnya yang dibahas adalah potensi AI dan machine learning untuk memperkaya pemahaman kita tentang behavioral finance. Teknologi ini dapat memproses jumlah data yang besar dan mengidentifikasi pola yang mungkin tidak terlihat oleh analis manusia, memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang perilaku investor.

Sebagai contoh, jaringan Long Short-Term Memory (LSTM) telah digunakan untuk memprediksi pergerakan harga saham dengan memasukkan proxy perhatian investor, seperti volume pencarian atau sentimen media sosial, bersama dengan variabel pasar tradisional seperti harga dan volume. Studi oleh Jiang et al. (2019) menemukan bahwa memasukkan proxy perhatian ini meningkatkan akurasi prediksi model, menunjukkan bagaimana AI dapat menangkap dampak faktor perilaku pada pasar keuangan.

Selain itu, AI dapat digunakan untuk menghasilkan data sintetis atau proxy untuk harapan investor. Dengan menganalisis dataset besar artikel berita atau posting media sosial, AI dapat menginfer apa yang dipikirkan investor tentang kondisi pasar masa depan, bahkan ketika data survei langsung tidak tersedia.

Namun, penting untuk dicatat bahwa AI itu sendiri tidak kebal terhadap bias. Jika data pelatihan mengandung bias, model AI mungkin mempertahankan atau bahkan memperbesar bias tersebut. Oleh karena itu, desain dan validasi yang hati-hati dari model AI sangat penting untuk memastikan mereka memberikan wawasan yang akurat dan tidak bias.

Implikasi untuk Regulasi dan Praktik

Panel juga menyinggung implikasi dari wawasan baru ini bagi regulasi keuangan dan praktik. Dengan memahami faktor kognitif dan biologis yang lebih dalam yang mempengaruhi perilaku, regulator dapat merancang kebijakan yang lebih efektif yang mempertimbangkan bagaimana orang sebenarnya membuat keputusan, bukan dengan mengasumsikan rasionalitas sempurna. Misalnya, pengungkapan informasi yang dirancang dengan mempertimbangkan salience visual dapat membantu konsumen lebih memahami produk keuangan seperti kartu kredit.

Demikian pula, praktisi keuangan dapat mengembangkan produk dan layanan yang lebih selaras dengan cara berpikir dan berperilaku orang. Misalnya, memahami bahwa pengalaman masa lalu dapat memengaruhi keputusan investasi dapat mengarah pada desain produk yang membantu mengurangi ketakutan investor setelah pengalaman pasar yang buruk.

Panel juga menyoroti tantangan dalam regulasi, seperti keterbatasan kerangka hukum untuk menangani inkonsistensi waktu dalam pengambilan keputusan. Meskipun pengungkapan informasi telah menjadi pendekatan standar, para ahli menekankan bahwa memberikan lebih banyak informasi tidak selalu cukup. Sebaliknya, pendekatan seperti “pengungkapan yang mudah dicerna” yang menghormati keterbatasan kognitif manusia dapat lebih efektif.

Tantangan dan Peluang ke Depan

Meskipun Behavioral Finance 3.0 menawarkan peluang besar, ada juga tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah kompleksitas dalam mengintegrasikan wawasan dari disiplin ilmu lain ke dalam model keuangan. Misalnya, memahami bagaimana memori atau perhatian memengaruhi keputusan keuangan memerlukan pengembangan metrik baru yang spesifik untuk keuangan, yang mungkin tidak sepenuhnya dapat dipinjam dari psikologi atau neurosains.

Selain itu, ada pertanyaan tentang bagaimana pendekatan ini akan diterima dalam komunitas keuangan yang lebih luas. Beberapa mungkin berpendapat bahwa mempelajari fondasi kognitif seperti perhatian sebagai variabel dependen bukanlah bagian dari behavioral finance, tetapi para panelis menegaskan bahwa bahkan penerapan dasar-dasar ilmu memori dan perhatian dapat memberikan hasil yang signifikan.

Kesimpulan

Behavioral Finance 3.0 mewakili arah baru yang menjanjikan bagi bidang ini, satu yang berjanji untuk mengintegrasikan wawasan dari banyak disiplin untuk memberikan pemahaman yang lebih kaya dan nuansa tentang pengambilan keputusan keuangan. Dengan mengeksplorasi fondasi kognitif perilaku, kita dapat melampaui sekadar mengidentifikasi bias untuk memahami mengapa mereka terjadi dan bagaimana mereka dapat diminimalkan. Pemahaman yang lebih dalam ini memiliki potensi untuk mentransformasi baik penelitian akademis maupun aplikasi praktis dalam keuangan, menghasilkan hasil yang lebih baik bagi investor, perusahaan, dan ekonomi secara keseluruhan.

Key Citations

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *